Sabtu, 04 April 2009

UNTUK DIRENUNGKAN

Untuk lebih mengetahui akan makna Tenaga Dalam Sejati yang dikembangkan oleh Perguruan Panca Daya, dibawah ini disampaikan petikan dari buku "Burung Berkicau" tulisan Anthony de Mello SJ. Renungkan baik-baik dan cobalah untuk mengambil makna yang tersirat dari setiap judul tulisan di bawah ini. Mudah-mudahan melalui perenungan akan dapat memperjelas akan hakikat Tenaga Dalam Sejati, menurut pengertian yang sesungguhnya.


Elang Emas


Seseorang menemukan sebutir telur elang dan meletakkannya di eraman induk ayam. Anak elang itu menetas bersama anak-anak ayam dan menjadi besar bersama-sama mereka.


Selama hidupnya elang itu berbuat sama seperti seekor ayam, la mengira bahwa dirinya seekor ayam saja. Ia mengais-ngais tanah untuk mencari cacing dan serangga. la berkotek-kotek dan juga mengibaskan sayapnya serta terbang tak berapa jauh seperti ayam.


Sebab begitulah lazimnya seekor ayam terbang, bukan? Tahun-tahun berlalu dan elang itupun menjadi tua. Pada suatu hari ia.melihat seekor burung perkasa terbang tinggi di angkasa biru. Burung itu melayang-layang dengan indah dan lincah melawan tiupan angin, hampir-hampir tanpa mengepakkan sayapnya yang kuat dan berwarna keemasan.


Elang tua itu melihat ke atas dengan rasa kagum. "Apakah itu?" tanyanya kepada temannya. "Itulah elang, raja segala burung" kata temannya. "Tetapi jangan terlalu memikirkan hal itu. Engkau dan aku berbeda dengan dia".


Maka elang tua itu pun tidak pernah memikirkan hal itu lagi. Akhirnya ia mati dengan masih tetap mengira dirinya hanyalah seekor ayam saja.


Kesimpulan Kasihan nasib si Elang Emas! Karena sampai mati tidak bisa mengenal dirinya sendiri.Karena tidak dapat mengenal dirinya sendiri, maka ia juga kehilangan kesanggupan dan kemampuan yang dikaruniakan oleh Allah kepadanya.


Si Elang Emas lahir dan dibesarkan di lingkungan ayam dengan mengikuti adat dan kebiasaan yang berlaku di lingkungan hidup ayam, maka sampai akhir hayatnya ia tetap menduga bahwa dirinya hanya seekor ayam. Ia tidak tahu akan asal-usulnya sendiri.


Bagaimana halnya dengan manusia termasuk diri kita sendiri?? Bila selagi hidup belum tahu akan asal-usul kejadiannya sendiri, atau belum dapat mengenal dirinya sendiri (=diri yang sejati ) maka selama hidupnya tetap akan berjuang dengan bersandar pada kesanggupan dan kemampuan dirinya yang terbatas.


Misteri kehidupan selalu menyelimuti dirinya. sehingga tidak ada satu kepastian yang dapat menjamin kesehatan, keselamatan. kedamaian, kebahagiaan kenikmatan hidupnya. Semua hanyalah sangkaan dan dugaan belaka.


Yang sekarang dirasakannya membuat senang, bangga dan bahagia, suatu ketika dapat berbalik menjadi keadaan yang menyedihkan dan membuatnya frustasi. Makanan yang cocok dan enak menurut seleranya, justru akan menimbulkan penyakit darah tinggi, jantung dan lain-lain.


Petunjuk dan tuntutan Agama juga telah dijalani dengan baik termasuk perbuatan baik dan amal soleh. Namun toh semuanya belum dapat memberikan kepastian akan terjaminnya kesehatan, keselamatan dan kebahagiaan hidupnya. Kegelisahan, rasa takut, sakit serta kekhawatiran senantiasa menyelimuti hidupnya.


Hingga sampai akhir hayatpun kita tetap menduga bahwa begitulah nasib manusia dengan hidupnya. Apa bedanya dengan nasib si Elang Emas yang sampai akhir hayatnya tetap menduga bahwa dirinya hanyalah seekor ayam??


Dapat mengenal diri kita sendiri atau diri yang sejati. berarti kita mengenal akan asal-usul kejadian kita atau benih kejadian. Itulah energi pertama yang menjadi kekuasaan Tuhan untuk menjadikan tiap sesuatu (mengandung substansi asali abadi). Disebut juga sebagai INTI hidup kita. Dan inilah yang kita angkat sebagai Tenaga Dalam Sejati.



Di situlah letak sumber potensi yang tiada batas, yang dapat kita gali dan manfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Jadi sesungguhnya Tuhan telah menyediakan sumber bagi kebutuhan hidup manusia yang adanya didalam diri masing-masing. Karena kita tidak tahu dan tidak pernah mencari tahu, maka kita mencarinya di luar diri. Apa yang kita peroleh dari luar diri sifatnya sementara. dan kadang menyenangkan tetapi tidak jarang menyusahkan dan menyedihkan.



Anak Itik


Fulan, seorang Sufi yang suci mengisahkan tentang dirinya sendiri sebagai berikut: Sejak masih anak-anak aku dianggap sebagai orang yang tak berguna. Rupanya tak seorangpun memahami diriku.


Ayahku sendiri pernah berkata: “Kau tidak cukup gila untuk dimasukkan ke rumah sakit jiwa, dan tidak cukup saleh untuk dimasukkan biara”. Aku tidak tahu harus berbuat apa denganmu. Aku tidak tahu harus berbuat apa denganmu.


Aku menjawab: Sejak masih anak-anak aku dianggap sebagai orang yang tak berguna. Rupanya tak seorangpun memahami diriku. Ayahku sendiri pernah berkata:


“Setelah telur menetas, anak itik itu berjalan-jalan bersama induk ayam sampai mereka tiba pada sebuah pinggir kolam. Anak itik itu langsung terjun ke dalam air. Induk ayam tertinggal di pinggir kolam sambil berkotek-kotek kebingungan".


Nah, bapakku tercinta, aku sudah terjun kedalam samudera raya dan kerasan disana. Bapak tentu tidak dapat mencela aku, kalau Bapak tetap memilih tinggal di pantai saja.


Kesimpulan : Kekhawatiran si-induk ayam bisa dimengerti karena dunianya memang berbeda dengan dunia itik. Bagi anak itik, air adalah dunianya. Ia berenang dan menyelam dengan enaknya. Namun bagi si-induk ayam yang tidak mengetahui bahwa anaknya yang menetas dlari telur yang dieraminya, bukanlah seekor ayam tetapi anak itik, menjadi kebingungan.


Gambaran di atas menunjukkan bahwa pandangan hidup yang konvensional memang berbeda dengan pandangan hidup yang universal. Dalam pandangan hidup yang konvensional, hukum yang berlaku adalah jumlah suara terbanyak. Artinya: Kalau sebagian besar orang menjalankan seperti itu, dan mengatakan seperti itu, itulah yang benar! yang tidak seperti "itu" adalah salah! Umumnya yang berlaku adalah hukum relatifitas. Yang berlaku di sini, di negara lain mungkin tidak berlaku. Yang dianggap benar disini, mungkin di tempat lain menjadi tidak benar. Yang sekarang dikatakan dan diyakini sebagai sesuatu yang benar, mungkin sekali dilain waktu menjadi salah.


Jadi sesuatu yang dikatakan baik atau jelek, benar atau salah tergantung dari sudut mana kita meninjaunva, kapan dan dimana kejadiannya. Yang berlaku titik manusia. Berbeda dengan pandangan hidup yang universal. Di sini tidak tergantung pada banyak sedikitnya suara. Karena yang dijadikan patokan atau pegangan adalah yang kekal. Sesuatu yang sifatya kekal itu berlaku kapan saja, bagi siapa saja dan dimanapun adanya.


Jadi berlaku dulu, sekarang maupun yang akan datang. Juga berlaku bagi orang Indonesia, orang Cina, orang Indian serta bagi agama apa saja. Berlaku pula untuk kehidupan di dunia ini maupun di akherat. Tidak membeda-bedakan.


Yang nampak berbeda-beda dilihatnya sebagai aneka rona kehidupan dunia, namun hakekatnya satu. Karena semuanya terlahir dari sumber yang sama yakni Tuhan atau Allah pencipta alam semesta ini.


Dalam konteks cerita tentang Anak Itik, menggambarkan adanya dua pandangan hidup yang berbeda. Anak Itik sebagai gambaran diri Sufi yang sudah terjun ke dalam samudera yang luas atau memiliki pandangan hidup yang univer­sal, dengan induk ayam sebagai gambaran dari Bapaknya, yang masih memiliki pandangan hidup yang konvensional (masih tinggal di pantai).


Dalam pandangan hidup yang universal yang berlaku adalah tilik Allah.


Merobah pandangan hidup dari yang. konvensional menjadi yang Universal bukanlah sesuatu yang mudah. Selama hijab atau tirai penghalang mata bathin belum terbuka, tidak mungkin kita menerima petunjuk dari Tuhan. Sekalipun anda telah berusaha berbuat baik dan beramal soleh ataupuri anda telah mengikuti diskusi di lingkungan Panca Daya lebih dari tiga tahun dan bahkan telah hafal semua buku yang dikeluarkan oleh Panca Daya. belum merupakan jaminan bahwa anda akan mendapatkan petunjuk­Nya. Atau dapat menerima penerangan Iangsung dari pada-Nya. Faktor utamanya dorongan jiwa, disamping kesanggupan untuk berpikir lebih mendalam serta kesanggupan untuk mengesampingkan pendapat pribadi yang selama ini diyakini sebagai sesuatu yang benar.


Menerima petunjuk Tuhan berarti mengerti akan Aturan Tuhan (Aturan Kejadian) yang sifatnya univesal, kekal dan' mutlak. Berarti juga telah mengerti akan asas dan tujuan hidup sebagaimana yang dikehendaki. oleh-Nya.


Jadi yang sesungguhnya membuat anda mengerti adalah Tuhan sendiri. maka bersyukurlah kepada-Nya. Bangkitkan dorongan jiwa anda dan mohonlah petunjuk-Nya. Insya Allah anda akan berhasil.


Yang menjadi hambatan secara umum, antara lain :

  1. Kita telah merasa bahwa yang kita jadikan sebagai pegangan betapapun berat dan sulit selama ini telah ada.
  2. Adanya kemalasan akal budi untuk menguak rahasia dibalik ayat-ayat – Nya
  3. Adat kebiasaan secara turun temurun, serta lingkungan telah mengkondisi pemikiran serta jiwa kita sebagaimana lazimnya orang pada umumnya.

Mengubah dunia dengan mengubah diriku.


Sufi "Bayasid bercerita tentang dirinya seperti berikut ini :

Waktu masih muda aku ini revolusioner dan aku selalu berdo'a: "Tuhan, berilah aku kekuasaan untuk mengubah dunia".

Ketika aku sudah separuh baya dan sadar bahwa setengah hidupku sudah lewat tanpa mengubah satu orangpun, aku mengubah do'aku menjadi: Tuhan, berilah aku rahmat untuk mengubah semua orang yang berhubungan denganku: keluargaku dan kawan-kawanku; dan aku akan merasa puas". Sekarang ketika aku sudah menjadi tua dan saat kematianku sudah dekat, aku mulai melihat betapa bodohnya aku. Do’aku satu-satunya sekarang adalah: “Tuhan, berilah aku rahmat untuk mengubah diriku sendiri!” Seandainya sejak semula aku berdo'a begitu, maka aku tidak menyia-nyiakan hidupku.


Kesimpulan: Mencari kesalahan serta kejelekan orang memang lebih mudah daripada mencari kesalahan dan kejelekan diri sendiri.


Tidak salah kiranya kalau Sufi Bayazid di kala mudanya bercita­-cita untuk mengubah dunia. Menyadari bahwa cita-citanya tak membawa hasil, maka diperkecil ruang lingkupnya yakni terbatas pada keluarga dan teman-temannya. Namun akhirnya cita-cita dan keinginannya untuk merubah semua orang yang berhubungan dengannya-pun juga tetap sia-sia.


Barulah ia menyadari akan kebodohannya yang telah menyia­nyiakan hidupnya. Dihari tuanya ia baru memohon rahmat dari Tuhan untuk dapat merubah dirinya sendiri.


Kiranya ini merupakan pelajaran yang baik sekali bagi semua orang agar tidak menyia-nyiakan hidupnya. Disini dikandung maksud agar kita berusaha untuk dapat menemukan kekurangan dan kesalahan diri kita sendiri serta berusaha untuk dapat menemukan kelebihan dan kebaikan orang lain, untuk.dijadikan sebagai pelajaran dan pengalaman hidup dalam meniti perjalanan hidup selanjutnya.


Hanya dengan melihat kelebihan dan kebaikan orang lain, kita akan dapat menerapkan prinsip hidup untuk saling Asih, saling Asuh dan saling Asah. Hingga akhirnya kita dapat hidup berdampingan secara damai dengan semua orang.


Usaha untuk dapat mengubah diri kita sendiri bukanlah suatu hal yang mudah untuk kita lakukan. Disamping diperlukan adaya dorongan jiwa. Juga diperlukan adaya kejujuran terhadap diri sendiri serta jiwa besar.


Dorongan jiwa diperlukan untuk dapat berpikir lebih mendalam, hingga akhirnya diri dapat mengalami sebagai transenden dapat menyentuh yang hakiki atau yanga illahiyah. Jujur pada diri sendiri diperlukan untuk dapat menemukan kesalahan - kejelekan dan kekurangan yang ada pada diri sendiri. Sedang jiwa besar dimaksudkan selain untuk mendorong usaha untuk mampu menemukan kelebihan dan kebaikan orang lain, juga kesanggupan untuk memaafkan kesalahan orang lain serta untuk menyambung kembali tali persaudaraan yang telah terputus. Kesemuanya tadi disebut sebagai akhlak yang mulia.


Dengan usaha untuk mengerti akan makna Tenaga Dalam Sejati serta untuk menguasainya maka usaha untuk mengubah diri kita sendiri atau meningkatkan kualitas hidup, ditempuh melalui usaha untuk dapat menemukan asal-usul kejadian kita atau untuk mengenal- diri kita sendiri (=diri yang sejati).


Menemukan asal-usul kejadian kita yang berarti dapat pula. menemukan inti atau sumber potensi yang Maha hebat atau disebut juga sebagai Tenaga Dalam Sejati.


Setelah kita berhasil menemukan, tinggal kita memanfaatkannya untuk mengubah diri kita sendiri agar kualitas hidup kita meningkat!


Harkat dan martabat kita dimata Tuhan sudah lebih tinggi dari manusia pada umumnya. Kuasa Tuhanlah yang senantiasa bekerja dalam diri kita untuk memenuhi kebutuhan hidup kita.



KESIMPULAN


Pembangkitan Tenaga Dalam tidak merupakan jaminan bahwa seseorang akan selalu terhindar dari gangguan penyakit, musibah maupun niat orang yang ingin berbuat jahat terhadap diri kita. Tenaga Dalam yang sudah dibangkitkan dapat diibaratkan sebagai benih unggul yang sudah mulai ditanam. Ia dapat tumbuh dan menjadi besar serta berbuah apabila kita rawat dengan baik, kita pupuk dan semua hama tanaman yang mengganggunya kita basmi. Sebaliknya sekalipun benih yang kita tanam merupakan benih unggul namun bila cara merawatnya kurang baik dan tidak mengikuti petunjuk semestinya, hasilnya akan tidak sesuai dengan harapan kita, Apalagi yang tanpa perawatan sama sekali! Jangankan mengharap buahnya, masih bisa hidup pun sudah untung.

Banyak atau sedikitnya jumlah pembangkitan Tenaga Dalam tidak berpengaruh sama sekali pada daya atau kadar kemampuan Tenaga Dalam itu sendiri. Yang secara langsung akan mempengaruhi kadar kemampuan Tenaga Dalam yang telah dibangkitkan adalah usaha untuk selalu merawat dan meningkatkan iman kita. Iman yang dimaksud disini bukan sekedar percaya namun harus didukung oleh dasar pengertian yang dapat dipertanggungjawabkan baik terhadap sesama maupun kepada Tuhan.

Pengukuhan Anggota hakekatnya merupakan pengesahan sebagai anggota penuh Perguruan Panca Daya. Karena yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan untuk mengikuti tahapan pembangkitan sampai ketujuh kalinya. Jadi pengukuhan Anggota bukan merupakan akhir perjuangan seseorang untuk dapat menguasai Tenaga Dalam Panca Daya namun justru baru merupakan awal dari perjuangan lanjutan.

Sebagai anggota penuh Perguruan Panca Daya. Karena yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan untuk mengikuti tahapan pembangkitan sampai ketujuh kalinya. Jadi pengukuhan Anggota bukan merupakan akhir perjuangan seseorang untuk dapat menguasai Tenaga Dalam Panca Daya, namun justru baru merupakan awal dari perjuangan lanjutan untuk meniti pendakian hingga sampai pada puncaknya. Yakni untuk kembali kepada fitrah sebagaimana manusia dijadikan pada mulanya (kesucian). Disinilah sesungguhnya letak saringan alam. Bagi mereka yang telah merasa puas atau tidak sanggup lagi untuk meniti pendakian, akan berhenti setelah upacara pengukuhan Anggota. Menyadari akal hal itu, kiranya tidak tepat apabila kita hanya mengejar jumlah pernbangkitan sampai ketujuh kali, lalu segera dapat mengikuti upacara pengukuhan Anggota. Sesudahnya lalu berhenti. Betapa sedikitnya modal dasar yang kita miliki !

Tenaga Dalam Panca Daya lain sama sekali dengan Tenaga Dalam yang lazim diajarkan oleh perguruan bela diri pada umumnya. Tenaga Dalam Panca Daya bukan Ilmu Kanuragan tetapi dapat disebut sebagai Ilmu Kasampurnan (Kesempurnaan).Maknanya : akan membawa kita kembali sempurna sebagamana aslinya atau murninya (=kembali kepada Fitrah). Istilah lain : akan membawa jiwa untuk menyatu kembali dengan sumber-Nya. Atau disebut juga sebagai "kembali kepada asai mula kejadian" yang dalam Bahasa jawa dikenal dengan "bali marang sangkan paraning dumadi". Jiwa dapat diibaratkan sebagai tetesan dari Lautan Ketuhanan yang luas, atau tetesan lautan Illahi.

Bila jiwa terpisah dari sumber-Nya maka kehidupannya menjadi ter­batas dan merana. Seolah-olah tidak memiliki kekuatan ataupun kekuasaan sama sekali. Ibarat setetes air yang jauh.dari lautan Namun apabila jiwa menyatu kembali dengan sumber-Nya maka kehidupannya akan kembali tidak terbatas sebagaimana sumbernya. Demikian pula halnya air yang setetes dan telah menyatu dengan lautan, kekuatan dan kekuasaannya sama dengan lautan itu sendiri. Kita tidak akan bisa membedakan antara air yang setetes dengan lautan sebagai sumbernya.
OIah jiwa merupakan kegiatan yang dapat menyuburkan kehidupan rohani, menuju Pemurnian jiwa manusia. Dilingkungan Panca Daya, kegiatan ini dimaksudkan sebagai usaha perawatan Tenaga Dalam tahap lanjutan. Menyadari akan arti serta tujuan dari kegiatan olah jiwa ini, seyogyanya kita harus dapat menyediakan waktu untuk mengikutinya, agar kita tidak terseret dan larut dalam kesibukan jasmani atau kehidupan duniawi semata.Hendaknya selalu kita ingat bahwa jasmani dan rohani merupakan dua sisi hidup yang tidak terpisahkah. Dua-duanya diperlukan untuk membentuk keberadaan yang substansial. Maka bila kita hanya mengutamakan kehidupan jasmani tanpa memperhatikan kehidupan rohanin berarti kita hanya memandang hidup ini dari satu sisi saja.

Perawatan Tenaga Dalam tahap awal cukup dilakukan dengan usaha untuk meningkatkan Ibadah atau pengabdian kita ke­pada Tuhan, dimana sasarannya adalah masyarakat dan alam semesta itu. Sehingga keberadaan hidup kita di dunia ini benar-benar bermanfaat bagi orang banyak dan juga bagi lingkungan kita. Pola pikir, sikap dan tindakan harus diarah­kan untuk kepentingan orang banyak dengan tetap menjaga kebersihan, keindahan, kelestarian dan keseimbangan Iingkungan. Sikap, pola pikir dan tindakan harus mengacu pada Aturan Kejadian. Artinya harus dapat membuat keindahan, kerukunan dan kehidupan yang aman sentosa.

Perawatan Tenaga Dalam tahap awal baru membuat seseorang dapat memiliki dan memanfaatkan Tenaga Dalam yang sifat­nya masih semi sejati. Untuk dapat menguasai Tenaga Dalam penghalang mata bathin kita. Selanjutnya kita dapat mengerti akan asas dan tujuan hidup sebagaimana yang dikehendaki oleh-Nya.




3 komentar:

  1. sangat stuju dengan perenungan karena kita tidak memiliki daya dan kekuatan semuanya hanyalah hak ALLAH semata, dalam kehidupan ini dan setelah mati kita hanya memiliki hak amal saleh perbuatan kita yang dapat kita jumpai dan akan menemani kita dalam alam barzah, sementara nyawa merupakan hak ALLAH karena akan kembali pada penciptanya sedangkan zasad dan badan kita yang kita banggakan ini hanyalah menjadi santapan ulat dan cacing apa yang patut kita banggakan pada diri kita .....? tidak ada wasssalam

    BalasHapus
  2. izin copy ya... Hidup kebenaran kasih

    BalasHapus
  3. Ya kt sbgai mnsia i cpt kan tuk mgbdi kpdNya, bkn memiliki, tpi merawat alm smsta dgn aturan/ketentuan drNya.

    BalasHapus